Bagaimana Melakukan Rapid Biodiversity Assessment?

KOORDERS INSTITUTE – Di hutan tropika yang mengalami kerusakan secara global, pengukuran keanekaragaman spesies menjadi titik kritis yang sangat penting untuk memahami komunitas tropika serta upaya konservasinya. 

Namun demikian karena keanekaragaman pesies di wilayah hutan tropika sangat melimpah maka sedikit sekali penelitian-penelitian yang dilakukan mendokumentasikan distribusi kelimpahan spesies organisme tropika menurut ruang dan waktu (DeVries et al. 1997). 

Mengutip dari Buku Dasar-Dasar Ekologi Kuantitatif, sekarang ini upaya yang dilakukan untuk menduga keanekaragaman di daerah tropika bagi kepentingan konservasi sebagian besar dititik-beratkan pada penyusunan pedoman inventarisasi secara cepat (rapid inventories), memanfaatkan taksa fokal atau pengembangan teknik-teknik ekstrapolasi untuk menduga keanekaragaman pada habitat yang beragam. 

Stratifikasi biota antara tajuk hutan dengan lantai hutan merupakan salah satu faktor penting yang menyumbangkan keanekaragaman tropika.  Menurut Rahman (2021) pada Buku Dasar-Dasar Ekologi Kuantitatif, selain meningkatkan perhatian pada biota tajuk, sedikit sekali penelitian-penelitian yang dilakukan secara bersama-sama untuk mengukur keanekaragaman spesies baik pada lingkungan tajuk pohon maupun lantai hutan berdasarkan waktu (DeVries et al. 1997). 

Pendekatan penilaian keanekaragaman hayati secara cepat (RBA) muncul terutama untuk membantu mengatasi berbagai kesulitan yang berkaitan dengan survei invertebrata dalam skala yang besar. Mengutip dari Buku Dasar-Dasar Ekologi Kuantitatif, tujuan utama RBA adalah untuk mengurangi usaha dan biaya penarikan contoh, serta untuk meringkas detail ekologis yang kompleks sehingga dapat difahami oleh orang-orang yang bukan ahlinya (New 1998). 

Meskipun pendekatan RBA telah banyak mendapat kritik tetapi ada kebutuhan terhadap metodologi survei invertebrata yang dapat digunakan untuk mengevaluasi jumlah spesies yang banyak, meningkatkan pemahaman ekologis, serta dapat dilakukan dengan biaya finansial yang masuk akal (Oliver & Beattie 1996).

Daftar Isi

Menurut Rahman (2021) dalam Buku Dasar-Dasar Ekologi Kuantitatif, salah satu tujuan yang mendasar dari konservasi biologis selama beberapa dekade terakhir ini telah mengalami pergeseran dari konservasi yang terpusat pada spesies ke arah konservasi dan manajemen komunitas, lanskap dan ekosistem (Hutcheson 1994). 

Kritik terhadap pendekatan tradisional yang mendasarkan pada spesies tunggal untuk konservasi mengalami peningkatan karena beberapa alasan, yakni: (a) pendekatan ini memerlukan jumlah dana yang tidak proporsional, diperkirakan untuk 10% spesies yang dikategorikan terancam kepunaan menghabiskan 90% dana untuk konservasi, (b) pendekatan ini tidak dapat dilakukan pada suatu tingkatan yang terkait dengan ancaman lingkungan, dan (c) sedikit sekali perlindungan terhadap komponen utama keanekaragaman hayati, khususnya invertebrata (Hobbs 1994). 

Mengutip dari Buku Dasar-Dasar Ekologi Kuantitatif, invertebrata sekarang diketahui sebagai komponen penting keanekaragaman hayati (Kim 1993). Invertebrata sangat penting dalam semua ekosistem terkait dengan jumlah spesies dan biomassa, serta peranan yang vital dalam berbagai proses seperti polinasi, pembentukan tanah dan kesuburan tanah, produktivitas tumbuhan, dekomposisi organik, serta mengendalikan populasi organisme lain melalui predasi dan parasitisme. Invertebrata juga merupakan sumber pakan utama bagi berbagai jenis vertebrata (Ward & Larivière 2004). 

Mengutip dalam Buku Dasar-Dasar Ekologi Kuantitatif, perlindungan terhadap vertebrata besar tidak memerlukan ekstrapolasi untuk mendapatkan hasil konservasi bagi organisme tingkat rendah, komunitas maupun keseluruhan ekosistem. MacNally et al. (2002) menyatakan bahwa korelasi antara keanekaragmaan vertebrata dengan invertebrata pada umumnya lemah, tetapi Martikainen et al. (1998) menyatakan bahwa perlindungan burung caladi punggung-hitam yang terancam punah juga dapat melindungi habitat sejumlah spesies kumbang yang terancam kepunahan. 

Oleh karena itu, invertebrata sekarang ini sedang mengalami peningkatan perhatian sebagai indikator penting bagi perubahan lingkungan (Ward & Larivière 2004).

Rahman (2021) berpendapat dalam Buku Dasar-Dasar Ekologi Kuantitatif, konservasi dan penilaian keanekaragaman hayati yang menggunakan invertebrata untuk mengetahui pola keanekaragaman dan kualitas lingkungan dapat diukur pada skala yang sering kali lebih bermanfaat dibandingkan ukuran yang menggunakan tumbuhan dan vertebrata. 

Sebagian besar invertebrata juga lebih sensitif terhadap gangguan lingkungan dibanding tumbuhan dan vertebrata karena invertebrata memiliki laju perkembangbiakan yang cepat dan memiliki generasi yang relatif pendek (Hilty & Merenlender 2000). 

Selain itu, berdasarkan referensi Buku Dasar-Dasar Ekologi Kuantitatif, invertebrata memiliki keragaman dalam hal ukuran tubuh, laju pertumbuhan, strategi kehidupan dan preferensi ekologis, yang dapat dikaitkan dengan variabel spesifik untuk menyediakan pemahaman yang lebih luas tentang respon invertebrata terhadap kondisi lingkungan dan untuk menghasilkan model prediktif keanekaragaman hayati pada tingkat ekosistem (Niemelä et al. 2000). 

Hasil penelitian Watts & Gibbs (2000) yang dikutip dari Buku Dasar-Dasar Ekologi Kuantitatif tentang fauna kumbang indigenous pada berbagai habitat hasil penghijauan dengan umur yang berbeda, yang dilakukan di Kepulauan Matiu–Somes, menunjukkan bahwa proporsi spesies kumbang indigenous memiliki korelasi positif dengan keanekaragaman spesies tumbuhan indigenous.

Menurut Oliver & Beattie (1996) dalam kutipan Buku Dasar-Dasar Ekologi Kuantitatif, terdapat empat kategori umum mengenai pendekatan RBA, yakni: (a) sampling surrogacy, yaitu pembatasan penarikan contoh pada tempat penarikan contoh intensif; (b) species surrogacy, yaitu penggunaan tingkat taksonomi yang lebih tinggi dari spesies; (c) taxonomic surrogacy, yaitu penggunaan unit taksonomi yang telah teridentifikasi yang dapat dikenali oleh orang-orang yang bukan ahlinya; dan (d) taxon-focusing, yaitu penggunaan taksa tertentu pada suatu tempat yang dapat mewakili seluruh taksa.

Referensi Buku

Rahman, Dede Aulia. 2021. Dasar-Dasar Ekologi Kuantitatif. Penerbit IPB Press. Bogor

Referensi Lainnya

  1. DeVries PJ, Murray D, Lande R. 1997. Species diversity in vertical, horizontal, and temporal dimensions of a fruit-feeding butterfly community in an Ecuadorian rainforest. Biological Journal of the Linnean Society 62: 343–364.
  2. Hilty J, Merenlender A. 2000. Faunal indicator taxa selection for monitoring ecosystem health. Biological Conservation 92: 185–197.
  3. Hobbs RJ. 1994. Landscape ecology and conservation: moving from description to application. Pacific Conservation Biology 1: 170–176.
  4. Hutcheson J. 1994. Biodiversity: saving species or habitats. The Weta 17:12–16.
  5. Kim KEC. 1993. Biodiversity, conservation and inventory: why insects matter. Biodiversity and Conservation 2: 191–214.
  6. MacNally R, Bennett AF, Brown G, Lumsden LF, Yen AL, Hinkley S, Lilywhite P, Ward DF. 2002. How well do ecosystem-based planning units represent different components of biodiversity. Ecological Applications 12: 900–912.
  7. Martikainen P, Kaila L, Haila Y. 1998. Threatened beetles in white-backed woodpecker habitats. Conservation Biology 12: 293–301.
  8. Niemelä J, Kotze J, Ashworth A, Brandmayr P, Desender K, New T, Penev L, Samways M, Spence J. 2000. The search for common anthropogenic impacts on biodiversity: a global network. Journal of Insect Conservation 4: 3–9.
  9. Oliver I, Beattie AJ. 1996. Designing a cost-effective invertebrate survey: a test of methods for rapid assessment of biodiversity. Ecological Applications 6: 594–607.
  10. Ward DF, Larivière M-C. 2004. Terrestrial invertebrate surveys and rapid biodiversity assessment in New Zealand: lessons from Australia. New Zealand Journal of Ecology 28 (1): 151–159.
  11. Watts CH, Gibbs GW. 2000. Species richness of indigenous beetles in restored plant communities on Matiu-Somes Island, Wellington Harbour, New Zealand. New Zealand Journal of Ecology 24: 195– 200.

bagikan artikel

Share on facebook
Share on email
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Archives

Categories