Pentingkah Keanekaragaman Hayati?

KOORDERS INSTITUTE – Keprihatinan terhadap hilangnya spesies dari komunitas ekologis telah mendorong timbulnya perhatian akan pentingnya keanekaragaman spesies terhadap kestabilan serta berfungsinya ekosistem. Dalam buku Dasar-Dasar Ekologi Kuantitatif yang ditulis oleh Rahman (2021)

Istilah keanekaragaman hayati (biodiversity) pertama kali dipopulerkan oleh E.O. Wilson pada tahun 1992. Konservasi keanekaragaman hayati telah menjadi isu penting dan menjadi pusat perhatian masyarakat nasional maupun internasional. 

Meskipun demikian, keanekaragaman hayati ini hampir tidak memiliki arti penting bagi sebagian masyarakat dan sering kali memiliki interpretasi yang beragam bagi yang mempelajarinya (Brussard et al. 1992). Keanekaragaman hayati (biodiversity) berasal dari kata biological diversity. 

Dalam Artikel 2 Konvensi Keanekaragaman Hayati (the Convention on Biological Diversity), biodiversity didefinisikan menurut perbedaan tingkatan organisasi dan interaksi organisme hidup, yakni biodiversity adalah keanekaragaman organisme hidup yang dinyatakan dalam semua tingkatan organisasi, dari genetik hingga spesies, ke tingkatan taksonomi yang lebih tinggi, dan mencakup keanekaragaman habitat dan ekosistem.

Daftar Isi

Biodiversity juga didefinisikan sebagai keragaman organisme pada seluruh tingkatan, dari keragaman genetik yang dimiliki oleh individu yang sama yang selanjutnya menyusun spesies, genera, famili dan tingkatan taksonomi yang lebih tinggi; mencakup keragaman ekosistem yang terdiri atas komunitas organisme dalam habitat tertentu serta kondisi fisik lingkungan tempat hidup organisme (Wilson 1992). 

Rahman (2021) dalam buku Dasar-Dasar Ekologi Kuantitatif menerangkan bahwa, biodiversity merupakan keragaman, distribusi dan struktur komunitas tumbuhan dan satwaliar, termasuk semua tahapan kehidupan, susunan dalam ruang menurut waktu yang mendukung kelestarian populasi semua tumbuhan dan satwaliar secara alami. Oleh karena itu, biodiversity menggambarkan keragaman bentuk kehidupan (Wilcox 1984), peranan ekologis yang dibentuk serta keanekaragaman genetik yang dikandungnya (Brussard et al. 1992). 

Secara ringkas biodiversity dapat dikelompokkan dalam tiga tingkatan, yakni keragaman: a) tingkat genetik, b) tingkat spesies, dan c) tingkat ekosistem (Wilson 1992), sedangkan Doherty et al. (2000) menyatakan tingkatan tersebut sebagai komponen yakni: komponen ekosistem, spesies dan genetik. Mengutip dari Buku Dasar-Dasar Ekologi Kuantitatif, tingkatan organisasi yang sangat banyak dalam istilah keanekaragaman hayati menimbulkan permasalah kompleks didalam pengukurannya sehingga sebagian besar peneliti melakukan evaluasi hanya pada satu atau dua aspek keanekaragaman hayati. 

Peneliti tidak mungkin melakukan evaluasi terhadap seluruh komponen keanekaragman hayati selama satu studi tertentu atau meskipun dilakukan secara berurutan menurut periode waktu tertentu. Pada kenyataannya terdapat empat tingkatan biodiversity, yakni: keanekaragaman genetik, kekayaan spesies, keanekaragaman ekosistem, dan keanekaragaman lanskap. Biodiversity juga ditentukan oleh proses-proses yang membentuk entitasnya seperti siklus biogeografi, gangguan pada komponen biotik dan abiotik, hubungan predator-prey, mutualistik dan parasitisme, migrasi, pengaruh kompetisi dan sebagainya. 

Oleh karena itu, biodiversity mencakup semua entitas dunia kehidupan pada berbagai tingkat organisasi biologis serta berbagai hal yang terkait dengan entitas tersebut (Goodman 1975).

Mengutip dari Buku Dasar-Dasar Ekologi Kuantitatif, keprihatinan atas hilangnya spesies dari komunitas ekologis telah mendorong timbulnya perhatian baru tentang pentingnya keanekaragaman spesies bagi keberlangsungan fungsi dan stabilitas ekosistem

Secara klasik terdapat hipotesis bahwa keanekaragaman meningkatkan ketahanan komunitas terhadap invasi biologis. Faktor-faktor yang terkait dengan keanekaragaman seperti gangguan terhadap ekosistem dan spesies, komposisi spesies serta kondisi fisik lingkungan menentukan pola luasan komunitas (Levin 2000).

Referensi Buku

Rahman, Dede Aulia. 2021. Dasar-Dasar Ekologi Kuantitatif. Penerbit IPB Press. Bogor

Referensi Lainnya

  1. Brussard PF, Murphy DD, Noss RF. 1992. Strategy and tactics for conserving biological diversity in the United States. Conservation Biology 6(2): 157-159
  2. Doherty M, Kearns A, Barnett G, Sarre A, Hochuli D, Gibb H, Dickman C. 2000. The interaction between habitat conditions, ecosystem processes and terrestrial biodiversity-A Review, Australia: State of the Environment, Second Technical Paper Series (Biodiversity), Department of the Environment and Heritage, Canberra
  3. Goodman D. 1975. The theory of diversitystability relationships in ecology. The Quarterly Review of Biology 50: 237– 266.
  4. Levin JM. 2000. Species diversity and biological invasions: relating local process to community pattern. Science 288:852–854.
  5. Wilcox BA. 1984. In Situ Conservation of Genetic Resources: Determinants of Minimum Area Requirements. National Parks, Conservation and Development, Proceedings of the World Congress on National Parks, J.A. McNeely and K.R. Miller, Smithsonian Institution Press. Pp. 18- 30
  6. Wilson DS. 1992. Complex interactions in metacommunities, with implications for biodiversity and higher levels of selection. Ecology 73:1984–2000

bagikan artikel

Share on facebook
Share on email
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Archives

Categories