Tahukah Kamu Tingkatan Keanekaragaman Hayati?

KOORDERS INSTITUTE – Doherty et al. (2000) menyatakan bahwa keanekaragaman hayati pada umumnya dibagi ke dalam tiga komponen, yakni ekosistem, spesies dan genetik. Meskipun spesies dinyatakan sebagai kunci efektif untuk sebagaian besar studi ekologi, namun yang perlu diperhatikan adalah spesies secara individual karena merupakan unit dasar dalam mempelajari genetik maupun spesies untuk generasi yang akan datang.
Mengutip dari buku Dasar-Dasar Ekologi Kuantitatif, berikut penjelasan tingkatan keanekaragaman hayati :
Daftar Isi

1. Keanekaragaman Ekosistem
Ekosistem merupakan unit terbesar yang umumnya dinyatakan dalam keanekaragaman hayati. Menurut Rahman (2021) dalam buku Dasar-Dasar Ekologi Kuantitatif, ekosistem adalah sekumpulan bentuk kehidupan (komponen biotik) yang berinteraksi satu sama lain dan dengan unsur tak hidup (komponen abiotik) lingkungannya.
Artinya, ekosistem adalah komunitas organisme dan lingkungan fisiknya yang saling berinteraksi. Ekosistem tersusun atas beberapa habitat yang membentuk satu kesatuan yang di dalamnya terdapat spesies tertentu dan terjadi proses-proses penting antara komponen biotik dan abiotik (Noss 1996). Ekosistem mungkin sebesar Great Barrier Reef atau sekecil bagian belakang cangkang kepiting laba-laba, yang menyediakan rumah bagi tumbuhan dan hewan lain, seperti spons, alga, dan cacing.
Oleh karena itu, keanekaragaman ekosistem adalah keanekaragaman habitat (tempat organisme atau populasi organisme secara alami berada), yang mencakup berbagai bentuk kehidupan di dalamnya. Masalah utama dengan ekosistem dan penggunaannya sebagai unit ukuran keanekaragaman hayati adalah tidak adanya konsensus definisi operasional untuk ekosistem itu sendiri. Ekosistem hampir tidak memiliki batasan ruang yang jelas dan hanya dinyatakan secara arbitrare sehingga terlalu luas jika digunakan sebagai ukuran untuk mengkuantifikasikan, menilai maupun mendeskripsikan keanekaragaman hayati.
Beberapa ahli juga menambahkan satu level keanekaragaman hayati sebagai keanekaragaman habitat. Habitat dapat didefinisikan sebagai wilayah yang menyediakan seluruh kebutuhan sumberdaya untuk setiap tahap kehidupan tumbuhan atau hewan. Secara implisit dalam sebagian besar definisi habitat adalah lokasi dalam suatu ruang tertentu, atau sering disebut sebagai “tempat”. Secara praktis, habitat didefinisikan sebagai satu kesatuan yang tersusun atas struktur fisik dan spesies vegetasi (Caley & Schluter 1997).
Dalam buku Dasar-Dasar Ekologi Kuantitatif, pendugaan keanekaragaman habitat sering kali dinyatakan sebagai dasar bagi pengelolaan yang berlandaskan pada kemampuan wilayah (area-based management), meskipun sering kali sangat sulit untuk menilai habitat secara kuantitatif. Sering kali sangat sulit untuk mendefinisikan batas-batas habitat dan permasalahan definisi dapat menjadi lebih jelas jika satu habitat berubah ke dalam bentuk lainnya. Klasifikasi wilayah berdasarkan skala spasial yang kasar dengan menggunakan vegetasi dominan menjadi sangat efektif, meskipun perbedaan antar habitat sering kali menjadi tidak jelas dan tidak ada perbedaan berdasarkan skala gradien (Budiansky 1995).
Permasalahan kunci dalam evaluasi dan penggunaan habitat sebagai ukuran keanekaragmaan terletak pada kekomplekan dan sifat variabel habitat. Penggunaan habitat sebagai unit penilaian keanekaragaman hayati menimbulkan berbagai permasalahan yang sama dengan penggunaan ekosistem sebagai unit ukuran keanekaragaman hayati (Doherty et al. 2000).

2. Keanekaragaman Spesies
Menurut Rahman (2021) dalam buku Dasar-Dasar Ekologi Kuantitatif, spesies merupakan dasar unit organisasi dalam ekologi dan sebagai unit evolusi yang dapat dilakukan pengukuran secara mudah di lapangan.
Spesies merupakan hal yang penting bagi evaluasi ekologis dan pola-pola evolusioner serta memiliki proses-proses yang umumnya dianggap sebagai unit yang paling sesuai untuk tujuan pengelolaan dan konservasi kawasan alami (Doherty et al. 2000).
Meskipun konsep tentang spesies sangat beragam dan sulit menerapkannya secara biologis, tetapi penggunaan spesies sebagai ukuran keanekaragaman hayati tidak menimbulkan banyak perkiraan dibandingkan dengan unit ukuran lainnya yang mungkin digunakan (Wilcove & Blair 1995).
Mengutip dari buku Dasar-Dasar Ekologi Kuantitatif, identifikasi peranan fungsional spesies dapat dilakukan relatif mudah dan keefektifan spesies sebagai unit pengelolaan merupakan salah satu alasan mengapa spesies merupakan unit ukuran keanekaragaman hayati yang ideal.
Konservasi spesies secara keseluruhan juga merupakan konservasi keanekaragaman genetik dalam spesies bersangkutan (Doherty et al. 2000). Mengutip dari buku Dasar-Dasar Ekologi Kuantitatif, keanekaragaman spesies secara konvensional juga telah diterima sebagai ukuran keanekaragman hayati karena merupakan cara yang efektif untuk menguji komposisi yang terkait dengan penggunaan spesies sebagai unit pembeda (atau dapat digantikan dengan spesies) dan memiliki kesamaan antar kelompok yang diperhatikan (Lee 1997).
Pengukuran keanekaragaman hayati dengan menggunakan keanekaragaman spesies mencakup kombinasi yang kompleks dari berbagai nilai seperti kekayaan spesies, komposisi spesies dan taksonomi (Williams et al. 1995). Keanekaragaman spesies merupakan ukuran keanekaragaman di dalam komunitas ekologis yang terkait dengan kekayaan spesies (jumlah spesies dalam suatu komunitas) dan kemerataan kelimpahan spesies.
Menurut Rahman (2021) dalam buku Dasar-Dasar Ekologi Kuantitatif, sebagai ukuran keanekaragaman hayati, kekayaan spesies itu sendiri telah digunakan dalam berbagai penelitian percobaan untuk mengamati peranan penting keanekaragaman hayati secara fungsional bagi proses-proses ekosistem (Tilman et al. 1996).
Menurut Ghilarov (1996), kekayaan spesies merupakan ukuran keanekaragaman hayati yang miskin meskipun ahli-ahli biologi telah melakukan pengujian keanekaragaman spesies melalui cara-cara yang lebih kompleks. Namun demikian, keanekaragaman spesies merupakan salah satu komponen penting dalam konsep keanekaragaman hayati.

3. Keanekaragaman Genetik
Keanekaragaman genetik adalah “dasar utama keanekaragaman” (Williams & Humphires, 1996) yang bertanggung jawab atas variasi antara individu, populasi dan spesies. Oleh karena itu, ini merupakan aspek penting dari setiap diskusi tentang keanekaragaman hayati.
Menurut Rahman (2021) pada buku Dasar-Dasar Ekologi Kuantitatif, keragaman genetik mencakup komponen pengkodean genetik yang menyusun organisme (nukleotida, gen, kromosom) dan variasi dalam susunan genetik antara individu dalam suatu populasi dan antar populasi.
Keragaman genetik adalah keragaman unit dasar informasi herediter dalam suatu spesies, yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Mengutip dari buku Dasar-Dasar Ekologi Kuantitatif, keragaman genetik menghasilkan variasi sehingga sumber dasar keanekaragaman hayati dan jumlah variasi genetik menjadi dasar spesiasi.
Keanekaragaman genetik memungkinkan suatu populasi untuk beradaptasi sesuai dengan lingkungannya sehingga penting untuk seleksi alam. Keanekaragaman genetik dalam suatu spesies sering kali meningkat seiring dengan variabilitas lingkungan tetapi tidak semua kelompok hewan memiliki derajat keanekaragaman genetik yang sama.
Untuk melestarikan keanekaragaman genetik, populasi spesies yang berbeda harus dilestarikan (Verma et al. 2016)
Referensi Buku
Rahman, Dede Aulia. 2021. Dasar-Dasar Ekologi Kuantitatif. Penerbit IPB Press. Bogor
Referensi Lainnya
- Budiansky B. 1995. On the theoretical toughness and strength of ceramic composites, in: Fracture of Brittle Disordered Materials: Concrete, Rock, and Ceramic, eds. G. Baker and B.L. Karihaloo, E&FN Spon, London, pp. 197-211.
- Caley MJ, Schluter D. 1997. The relationship between local and regional diversity. Ecology 78 (1): 70-80.
- Doherty M, Kearns A, Barnett G, Sarre A, Hochuli D, Gibb H, Dickman C. 2000. The interaction between habitat conditions, ecosystem processes and terrestrial biodiversity-A Review, Australia: State of the Environment, Second Technical Paper Series (Biodiversity), Department of the Environment and Heritage, Canberra
- Ghilarov AM. 1996. What does biodiversity mean—scientific problem or convenient myth? Trends in Ecology and Evolution 1: 304–306.
- Lee M. 1997. Documenting present and past biodiversity: Conservation biology meets palaeontology. Trends in Ecology and Evolution 12:132–133.
- Noss RF. 1996. Ecosystems as conservation targets. TREE 11: 351.
- Tilman D, Wedin D, Knops J. 1996. Productivity and sustainability influenced by biodiversity in grassland ecosystems. Nature 379:718–720.
- Verma AK. 2016. Biodiversity: Its different levels and values. International Journal on Environmental Sciences 7 (2): 143-145
- Wilcove DS, Blair RB. 1995. The ecosystem management bandwagon. Trends in Ecology and Evolution 10 (8): 345.
- Williams SL, Willig MR, Reid FA. 1995. Review of the Tonatia bidens complex (Mammalia: Chiroptera), with descriptions of two new subspecies. Journal of Mammalogy 76: 612–626.
- Williams PH, Humphries CJ. 1996. Comparing character diversity among biotas. In K.J. Gaston, editor, Biodiversity: a biology of numbers and difference. Oxford, U.K. Blackwell Science Ltd, pages 54-76.
bagikan artikel
One Comment
Sobat Koorders, artikel ini ditulis untuk memberikan wawasan tentang keanekaragaman hayati. Semoga bermanfaat